“Puasa
dan Perilaku Politik”
Momentum Bulan Ramadhan
adalah moment
yang sangat ditunggu-tunggu oleh umat muslim di seantero dunia karena bulan ini
diyakini sebagai bulan yang paling mulia dan akan dilipat gandakan semua amal
dengan pahala. Bulan PuasaRamadhan adalah bulan untuk mensucikan diri dari perilaku yang tidak diridhohi Allah SWT,
melatih sifat jujur, sabar, dan mengekang hawa nafsu dari berbagai perbuatan
yang siasia yang dapat merusak esensi puasa. Pada dasarnya bulan ramadhan merupakan bulan yang penuh
berkah dan maghfirah (ampunan) sehingga dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Bukhari menyatakan bahwa pada bulan ini Allah SWT akan membuka setiap
pintu surga dan akan mem-belenggu syaithan. Maka dengan terbukanya pintu surga
dan dibelenggunya syaithon dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas
keimanan dan ketaqwaan umat muslim. Selain itu ramadhan pun merupakan satu
bulan yang Allah SWT telah mewajibkan puasa terhadap orang yang beriman.
Bulan puasa adalah bulan
yang penuh dengan hikma sebagai bulan pendidikan bagi siapa saja yang mengaku
beriman kepada Allah, sesuai firmanya dalam Al-Qur ansurah Al Baqarah ayat 183:
”Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa”
Perintah
berpuasa seperti yang terdapat dalam surah diatas bertujuan untuk membentuk individu
yang Muttaqin (bertakwa),manusia yang taat dan mensucikan diri dari godaan yang
dapat menjerumuskan dirinya pada perbuatan dosa.
Dan Allah berfirman :Makan dan minumlah kamu
dan janganlah berlebih-lebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan." (Qs.al-A'raf:31)
Manusia
harus dibersihkan dari sifat rakus dalam menjalankan roda kehidupanya
dipermukaan bumi, dengan puasa manusia dilatih untuk mersakan dan melatih
kepedulian sosialnya dalam melihat realitas yang terjadi di masyarakat,
ketimpangan, keterbatasan dan segala bentuk diskriminasi social.
Adapun
hikmah berpuasa antara lain:
1.
Salah satu dari hikmah keutamaan puasa ramadhan ini bagi
Umat Islam adalah akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Hal ini
berdasarkan sebuah dalil hadist yang berbunyi :"Barangsiapa yang berpuasa
Ramadhan dengan penuh iman dan mencari ridha Allah, maka ia akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu."(Hadits Mutafaqun ‘Alaih).
2.
Meningkatkan rasa syukur kita
terhadap banyaknya nikmat yang telah Allah Ta'ala anugerahkan kepada kita
semuanya. Hal ini bisa kita lakukan dengan melakukan berbagai amalan kebaikan
dalam bulan ramadhan seperti contohnya bersedekah kepada orang-orang fakir pada
bulan Ramadhan mulia ini, Banyak memberi dan jadilah seseorang yang memberikan
pemberian orang yang tidak takut miskin. Berderma dengan harta dan kebaikan
kepada saudara-saudaramu yang membutuhkan, dan menjadi orang yang mensyukuri nikmat Allah.
3.
Ikut merasakan apa yang dirasakan
oleh orang yang kurang berkecukupan. Dalam puasa kita tentu merasa lapar dan
dahaga, mengingatkan kita betapa menyedihkannya nasib orang yang tidak
berpunya. Mungkin kita hanya beberapa jam saja, lalu kita bisa berbuka puasa,
sedangkan mereka yang miskin tak berpunya bisa saja puasa sepanjang siang dan
malam. Tentu ini membuat kita menjadi lebih bersyukur kepada Allah atas semua
nikmat yang diberikanNya.
4.
Melatih diri kita pribadi khususnya
untuk menyeimbangkan urusan dunia dan akhirat. Jika pada 11 bulan yang lalu
kita sering melalaikan Allah untuk hal-hal yang bersifat duniawi, ini saatnya
kita menata diri dalam beribadah kepadaNya, supaya tercapai keseimbangan
kehidupan dunia dan akhirat. Ibadah dan pekerjaan dunia haruslah seimbang,
sehingga kita menjadi manusia yang seutuhnya yang banyak memberikan kebaikan
kepada banyak manusia.
5.
Puasa akan membiasakan umat Islam
untuk hidup disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan
perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka
berbuat kebajikan.
Hakekat shaum (puasa)
Shaum menurut bahasa yaitu alimsak (menahan diri), adapun
pengertian menurut syari' yaitu menahan diri dengan niat dari seluruh yang
membatalkan puasa seperti makan, minum dan bersetubuh mulai dari terbit fajar
sampai dengan terbenam matahari. (Anas ismail Abu Dzaud, 1996: 412) Namun,
secara implisit dalam puasa terdapat dua nilai yang menjadi parameter antara
sah atau rusaknya puasa seseorang.
Pertama, Nilai Formal yaitu yang berlaku dalam perspektif
ini puasa hanya ditinjau dari segi menahan lapar, haus dan birahi.Maka menurut
nilai ini, seseorang telah dikatakan berpuasa apabila dia tidak makan, minum
dan melakukan hubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam
matahari. Padahal Rasulullah SAW telah memberikan warning terhadap umat muslim
melalui sebuah haditnya yang berbunyi :
"Banyak orang yang puasa mereka tidak mendapatkan
apa-apa melainkan hanya rasa lapar dan haus saja" (H.R. bukhari).
Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui bahwa hakekat
atau esensi puasa tidak hanya menahan rasa lapar, haus dan gairah birahi saja,
melainkan dalam puasa terkandung berbagai aturan, makna dan faedah yang mesti
diikuti.
Kedua, Nilai Fungsional yaitu yang menjadi parameter sah
atau rusaknya puasa seseorang ditinjau dari segi fungsinya.Adapun fungsinya
yaitu untuk menjadikan manusia bertakwa (laa'lakum tattaqun).
Kemudian menurut nilai ini, puasa seseorang sah dan tidak
rusak apabila orang tesebut dapat mencapai kualitas ketakwaan terhadap Allah
SWT.
Perilaku elit politik di
bulan Ramadhan
Mungkin kebanyakan orang
berfikir bahwa momentum Ramadhan adalah kesempatan untuk membersihkan diri dari
perilaku yang tidak baik dengan jalan mensucikan jwa dan pikiran dari tendesi
hawa nafsu demi mencapai derajat Taqwa denganmelakukan berbagai cara yang bisa
mendekatkan diri pada Allah SWT.
Momen ini ternyata
dimanfaatkan para elit politik untuk melakukan sosialisasi diri di tengah
masyarakat dengan berbagai kegiatan yang berbau “politis”, dengan program yang
bermacam-macam, (“silaturrahim politik”) buka puasa bersama, mendatangi rumah
yatim, tauziah, menyubang pesantren dan berbagai kegitan yang berfifat
keagamaan.
Perilaku diatas menjamur
dibergai tempat di Indonesia dalam menghadapi Pemilihan Presiden ( Pilpres ) yang akan berlangsun pada 9 Juli mendatang, dengan argumentasi
kepedulian terhadap sesama demi mendapat simati politik.
Perilaku para elit polit
seolah berubah 180 derajat dalam menyambut bulan Ramadhan demi mencari popularitas
dan perhatian dari Masyarakat.
Hal ini menjamaur dilakukan oleh para kandidat atau tim sukses. Mungkin bagi sebagian
masyarakat ini mengutugkan, apatalagi di tengah naiknya harga kebutuhan pokok
karena dipengaruhi oleh kenaikan harga di bulan Ramadhan.Mungkin juga ada yang memanfaatkan moment ini dengan meraut keuntungan yang
sebesar-besarnya dengan mendatangkan calon untuk bersilaturahim dengan warga
tertentu dengan harapan mendapatkan sumbangan dan lain sebagainya.
Selama bulan Romadhan ini
semua calon pemimpin tersebut berlomba – lomba mempertontonkan kepada Masyarakat sebagai pemimpin yang “alim
dan dermawan” dan seakan semuanya dipolitisasi dan dikapitalisasi demi
kepentingan politik semata.
Siapa yang mampu memperoleh
label tersebut, maka ia akan mendapatkan limpahan suara yang sangat besar
nantinya pada saat pemilhan. Adakah yang salah terhadap perilaku politik
tersebuat ?.
Kalau realitas politik di
atas mau dikaitkan dengan esensi Ramadhan( Puasa ), maka bentuk perilaku yang
dilakukan oleh elit politk telah keluar dari prinsip syariat kalau itu
dilakukan demi mendapatkan popularitas belaka dan kepentingan kekuasaan.
Silaturrahim tersebut sangatlah baik asalkan disertai dengan niat yang tulus
dan Ikhlas demi kesejahteraan rakyat.Artinya para calon pemimpin tersebut tidak
memberi dan berjanji untuk melakukan pembodohan dan kebohongan politik. Namun,
ketika dalam dirinya terbesit bahwa silaturahim politik dilakukan untuk kepentingan
kekuasaan semata, maka sebenarnya meraka telah menginkari kepercayaan rakyatnya
dan meraka akan mendapatkan dosa politik apalagi dilakukan dalam bulan suci
Ramadhan ini.
Puasa seharusnya dimaknai
sebagai ajang untuk mendidik diri supaya tercipta kepekaan sosial dan moral
politik, yang tinggi sehingga nilai-nilai moralitas politik tetap terjaga.Puasa
juga seharus mendidik kita untuk tidak menjadi orang yang tidak bermental korup
karena sangat dituntutut kejujuran serta sabar dimana hanya Allah dan diri
seorang hamba yang tahu.
Nilai-nilai lainya yang di
ajarkan dalam ritual puasa adalah untuk memperkokoh hubungan manusia dan Sang
Khaliq serta memperkokoh nilai-nilai sosial melalui zakat, infaq dan sedekah
serta amal sosial lainnya.
Semoga hikmah puasa
senantiasa kita jadikan patron untuk melakukan aktivitas dalam bulan Ramadhan
ini bukan malah merusaknya dengan moral politik yang tidak baik (Black Campaing dan Negative
Campaing) supaya masyarakat sadar akan arti dari sebuah ketulusan.
2014